Jangan mau tertipu dengan branding Premium pada Makanan Kucing Komersil, kamu juga perlu tahu isi bahan-bahan ini pada Makanan Kucing…

Tammy baru aja pulang dari IIPE (Indonesia International Pet Expo) 2023 dan shock dengan harga makanan kucing/anjing dengan branding Premium dan Super Premium di Indonesia, padahal bahannya ekonomis.

Dilansir dari Pet Fair South East Asia (Link), pangsa pasar Hewan Peliharaan Indonesia telah diproyeksikan akan meningkat hingga tahun 2025 dan di ekspektasikan akan mencapai 1,84 Trilyun per tahun atau dengan kenaikan sekitar 5,1% dari tahun 2021 sampai 2026.

Dengan proyeksi tersebut, sebenarnya sudah memperlihatkan angka pertumbuhan yang lumayan tinggi, terutama dengan adanya tren hewan peliharaan mahal, seperti Ikan Mas Koki import atau bahkan kucing bersertifikat Pedigree. Sehingga, hal ini lah yang menjadi dasar mengapa 90% produk makanan hewan di Indonesia adalah produk impor. Ya tentu saja, para produsen makanan hewan akan melihat pasar Indonesia sebagai pasar yang mumpuni untuk mereka jajaki. Dan karena inilah, para produsen makanan hewan akan lebih memudah mengimpor makanan premium / super premium dengan bahan-bahan yang ekonomis untuk membantu memperluas pasar ke Indonesia.

Makanan Kucing Premium dan Super Premium

Seperti yang pernah Tammy bahas pada artikel di tahun 2012 memang banyak banget nih yang menggunakan branding Premium dan Super Premium (Baca juga : Jenis-jenis makanan kucing). Tidak ada yang salah sih sebetulnya dengan Branding tersebut, namun banyak banget temen-temen cat lovers yang berakhir membeli Dry Food Makanan Super Premium atau Premium dengan harga fantastis, karena percaya harga mahal tersebut memperlihatkan kualitas dari bahan-bahan yang digunakan. Padahal harga mahal tersebut hanyalah strategi branding dari merek-merek Makanan Kucing tersebut. Bahkan lebih dari satu dekade lalu Tammy menemukan kandungan bahan pewarna makanan pada makanan kucing dengan branding Premium yang notabene sudah dikenal oleh Cat Lovers sejak tahun 90’an.

Lantas, bagaimana cara memilih makanan kucing yang bagus? Kalian bisa baca juga artikel yang dulu pernah Tammy tulis: Tips memilih makanan kucing, Tammy juga sudah memperbarui artikel ini sesuai dengan ilmu terbaru. Tapi di artikel kali ini, Tammy akan bahas lebih detail perbedaan beberapa bahan pada makanan kucing yang sering menggunakan strategi branding Premium dan Super Premium di Indonesia. Juga beberapa rekomendasi Merek makanan kucing berdasarkan jenis produknya.

Tammy kutip dari PetMD.com,

“Seringkali menyesatkan ketika makanan hewan diberi label “premium”, “super premium”, “ultra premium”, atau “gourmet”. Apa sebenarnya arti semua ini dan apakah sepadan dengan uang ekstra yang dikeluarkan? Yah, kebanyakan… pelabelannya hanya sekedar hype (tren-red). Produk berlabel premium atau gourmet tidak diharuskan mengandung bahan yang berbeda atau berkualitas lebih tinggi dibandingkan produk lengkap dan seimbang lainnya.”

PetMD.com – Donna Spector, DVM pada Nov. 17, 2009

Bahan kontroversial apa sih yang terkandung pada Makanan Hewan?

Dilansir dari Petmd.com (Link), ketika hewan ternak disembelih bagian dari daging tanpa lemak akan disisihkan untuk konsumsi manusia. Pada bagian hewan ternak yang tersisa atau disebut sebagai Carcass (tulang, organ tubuh, darah, paruh, dan lainnya) yang akan masuk ke dalam makanan hewan, dan umumnya dikenal sebagai bahan “by-products,” “meal”, “by-product meal”, atau yang mirip. Sehingga, pada kesempatan kali ini Tammy berkunjung ke IIPE 2023 untuk melihat langsung berapa banyak sih merek dagang yang menggunakan bahan tersebut dan menjual makanan mereka dengan harga yang WOW… Tentu saja mengejutkan, dari sekian banyak merek makanan kucing, Tammy hanya menemukan tiga merek dagang yang benar-benar menggunakan bahan Premium pada makanan kucingnya, yaitu DAGING segar tanpa by product.

Lalu apa sih Tam carcass ini?

Carcass, sebagai tambahan informasi diatas, dilansir dari PetMD.com, merupakan “sisa” dari industri makanan manusia (Restaurant grease atau minyak restaurant, daging supermarket kadaluarsa, dll) dan bahan “4D” dari hewan ternak (Dead / mati, Dying / sekarat, Diseased / berpenyakit, Disable / cacat) yang juga ditemukan pada makanan hewan melalui proses yang disebut sebagai Rendering. Rendering sendiri di definiskan sebagai proses industri untuk mengekstrak dengan melelehkan agar mengubah sisa jaringan hewan menjadi bahan yang dapat digunakan. Dengan kata lain, proses rendering melibatkan penempatan bangkai ternak dan mungkin “sisa makanan” ke dalam tong besar, menggilingnya dan memasaknya selama beberapa jam. Rendering memisahkan lemak, menghilangkan air, dan membunuh bakteri, virus, parasit, dan organisme menular lainnya. Lemak yang dipisahkan menjadi “lemak hewani” yang masuk ke dalam makanan hewan (misalnya lemak ayam, lemak sapi, dll). Nah sisa padatan protein kering menjadi “Meal ” atau daging “by-product meal” untuk tambahan makanan hewan.

Salah satu alasan produsen makanan hewan menggunakan bahan diatas adalah karena biaya produksi yang lebih murah. Bahan makanan menjadi lebih mudah disimpan dan diangkut oleh produsen makanan hewan. Bahan makanan juga dapat diangkut tanpa didinginkan, jauh lebih baik ketimbang menggunakan whole meat atau daging utuh yang membutuhkan proses pembekuan untuk mencegah pembusukan. Sehingga bahan makanan daging utuh menjadi lebih mahal ketimbang bahan makanan dengan label Meat Meal, By Product, Meat By Product dan ‘Material’.

Selain itu, bahan makanan dengan label Meat Meal, By Product, Meat By Product dan ‘Material’ memperkenakan industri makanan, baik fast moving consumer goods maupun fast moving F&B (restaurant,cafe, dll) untuk mengurangi sampah dalam bentuk bahan makanan mentah atau bahkan bahan makanan yang tidak dapat dikonsumsi oleh manusia secara etis seperti jantung, hati, kepala dan kaki. Sehingga, mengurangi “food waste” atau sampah makanan sisa.

Dikutip dari Truth About Pet Food (Link), “sisa-sisa ini – untuk dijadikan bahan makanan hewan peliharaan dari tepung daging sapi – memiliki sedikit atau tidak ada sama sekali daging otot (daging). Yang tersisa pada dasarnya hanyalah tulang dan organ dalam (yang tidak digunakan untuk konsumsi manusia seperti hati). Hal yang sama juga berlaku untuk bahan makanan ‘daging’ lainnya (seperti Tepung Ayam, atau Tepung Domba). Ada satu lagi bahasa makanan hewan yang dapat dimanfaatkan oleh pemilik hewan peliharaan mengenai bahan makanan berprotein hewani. Pada fasilitas rendering itulah bagian-bagian protein hewani diproduksi”

Dan tentu saja untuk diolah kembali menjadi makanan hewan.

Perbedaan label bahan Meat Meal, By Product, Meat By Product dan ‘Material’

Jadi sebenarnya standarisasi label bahan makanan hewan itu dibuat oleh Association of American Feed Control Officials (AAFCO), untuk memberikan regulasi dan ketentuan khusus pada produsen makanan hewan. Perbedaan label bahan makanan diatas pun telah diatur oleh AAFCO. Berikut ini perbedaanya:

By-products (contoh, chicken by-products or beef by-products): “bagian non-rendered” yang bersih , bagian selain daging, yang berasal dari mamalia yang disembelih. Ini termasuk, namun tidak terbatas pada paru-paru, limpa, ginjal, otak, darah, tulang, jaringan lemak dan lambung serta usus yang dibebaskan dari isinya. Ini adalah cara yang murah bagi perusahaan makanan hewan untuk menjaga kadar protein tetap “tinggi” (walaupun tidak berkualitas tinggi) sekaligus menjaga biaya produksi makanan tetap rendah.

Meat Meal (contoh, lamb meal): dalam contoh ini, seluruh jaringan daging domba, tidak termasuk darah, bulu, kuku, tanduk, sisa kulit, manur (materi organik dari pembusukan hewan mati), isi perut dan rumen yang dimasak (dirender). Setelah dimasak, padatan kering ditambahkan sebagai “bahan makanan” ke makanan hewan.

Meat By-product Meal (contoh, chicken by-product meal): produk sampingan ayam atau chicken by product (didefinisikan di atas) yang dimasak (proses render). Setelah dimasak, padatan kering dapat ditambahkan ke makanan hewan komersil.

Digest: bahan dari mamalia yang dihasilkan dari penguraian kimiawi jaringan daging bersih atau produk sampingannya (“bagian” selain daging). Ini sering digunakan untuk memberi “rasa” daging pada makanan hewan yang tidak mengandung daging asli.

Terus apa dong bedanya dengan bikin makanan sendiri? Yang membedakan adalah kalian tidak perlu repot campur sana sini, karena selain instan, produsen makanan hewan juga melakukan Riset, sehingga makanan hewan komersil juga ada tambahan nutrisi untuk mengimbangi sumber protein dengan kualitas rendah diatas dan membantu mengoptimalkan penyerapan nutrisi. Dan memang produk makanan komersil itu fungsinya adalah INSTAN gaes, biar tidak repot mikirin nutrisi apa yang tepat… HAHAHAHA…. Silahkan elus dada dan dompet ya alias cari yang sesuai budget tapi enggak bikin tekor.

Maka dari itu, Tammy akan kembali kepada pemilik kucing masing-masing, untuk melihat kecocokan maupun ketidak-cocokan ini dilihat dari hasil yang diberikan pada Si Puss. Sayangnya belum ada makanan kucing premium maupun super premium yang diriset dan disesuaikan dengan rata-rata kucing di Indonesia. Itu mungkin sebabnya beberapa dokter hewan juga menyarankan untuk membuatkan makanan rumahan yang kita takar sesuai dengan kebutuhan Si Puss.

Cuma ya itu sih ahahah jangan mau tertipu dengan dengan branding Premium… Belum lagi dengan kandungan karbohidrat yang tinggi sehingga dapat mencetus reaksi alergi, Kanker, Obesitas, Diabetes dan Penyakit Jantung pada Si Puss. Memang dengan tren pasar yang serba instant dan fast-moving yang sekarang ada, kita di dorong untuk cermat memilih dan menjadi pembeli yang cerdas.

Baca Juga: Kenapa kalian harus memilih makanan kucing grain free?

Kalau kalian gimana? Coba ceritakan pengalaman kalian dengan makanan komersil di kolom Komentar atau mention Tammy di Twitter @missblackid.

Sumber:

  • PetMd.com
  • truthaboutpetfood.com
  • petfair-sea.com

Tinggalkan komentar